Senin, 05 Desember 2016

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (INTEGRASI NASIONAL) UNIVERSITAS SATYAGAMA


TUGAS MATA KULIAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


INTEGRASI NASIONAL

KELOMPOK VI :
1.  UBAYDILLAH (16250650005)
2.  MARITA TRI SUSANTI (16710650003)
3.  LADY THERESIA SINAGA (16340350010)
4.  SITI DEWI AISAH (16710650002)
5.  WINDA NURLITA SARI (16340350006)
6.  ARBI MISBAH (16710650012)

DOSEN PENGAMPU:
Dr.Drs Budi Supriyanto,MM,Msi




UNIVERSITAS SATYAGAMA

JAKARTA







Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunianya  kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat atas tugas dari Dosen Mata Kuliah  Pendidikan Kewarganegaraaan yang mengharuskan kami untuk membuat sebuah makalah Pendidikan Kewarganegaraan mengenai materi  “Integrasi Nasional”. Disamping itu sebagai media pembelajaran kami, dalam melengkapi kegiatan perkuliahan.
Didalam makalah ini banyak sekali manfaat yang bisa diambil bagi pembaca, selain dapat memberi wawasan yang lebih tentang Integrasi Nasional, kami juga berharap pembaca dapat memahami maksud dari mempersatukan segala perbedaan yang ada di dalam suatu negara menjadi satu kesatuan yang selaras dan seras secara nasional.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga kami yang senantiasa selalu mendo’akan kami, kepada Dosen Mata Kuliah Pendidikan kewarganegaraan yang telah mempercayakan tugas makalah tentang Integrasi Nasional ini kepada kami. Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, tetapi tidak mengurangi rasa hormat kami.
Kami selalu merasa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan ,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan lapang hati demi kesempurnaan makalah ini.








                                                                                       JAKARTA, 6 DESEMBER 2016


                                                                                      
                                                                                       KELOMPOK VI








DAFTAR ISI


Kata Pengantar............................................................................................................. ii
Daftar isi...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................................ 1
1.3 Rumusan Masalah................................................................................................... 1
1.4 Metode Penelitian................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Integrasi nasional.................................................................................. 2
2.2 Pentingnya Integrasi nasional................................................................................. 3
2.3 Srategi Integrasi...................................................................................................... 4
2.4 Integrasi Nasional Indonesia.................................................................................. 4
2.5 Faktor Pendorong Integrasi Nasional..................................................................... 5
2.6 Faktor Pengahambat Integrasi Nasional................................................................. 7
2.7 Contoh Wujud Integrasi Nasional........................................................................ 10
2.8 Contoh Pendorong-pendorong Integrasi Nasional............................................... 10
2.9 Contoh Wujud Integrasi Nasional........................................................................ 11
2.10 Contoh-contoh pendorong integrasi nasional..................................................... 11

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 12
3.2 Saran..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 13








BAB 1
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Makalah
      Makalah ini dilatarbelakangi dari tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, selain itu menjadi langkah awal untuk mengasah kemampuan kami dalam membuat makalah. Makalah ini berisikan tentang Integrasi Nasional. Makalah ini juga berisikan tentang betapa pentingnya Integrasi Nasional dalam keterkaitannya dengan pluralitas.


1.2  Maksud dan Tujuan
      Maksud dari makalah ini yaitu kami ingin memberi gambaran kepada pembaca tentang Penjelasan mengenai masyarakat madani supaya para pembaca dapat memahami apa yang dimaksud dengan integrasi nasional dan penjelasannya. Makalah ini juga bertujuan memberi wawasan dan pengetahuan yang lebih tentang integrasi nasional yang berhubungan dengan kepluralitasan terutama bagi bangsa Indonesia.


1.3  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa masalah :
a. Apa yang dimaksud dengan Integrasi Nasional?
b. Apa pentingnya Integrasi Nasional?
c. Apa faktor-faktor Integrasi Nasional?
d. Bagaimana Integrasi Nasional di Indonesia?


1.4  Metode penelitian
      Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan menggunakan media internet dan merangkum buku paket.









BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Integrasi nasional
Integrasi  nasional  adalah upaya  menyatukan  seluruh unsur  suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya.“Mengintegrasikan” berarti membuat untuk atau menyempurnakan dengan jalan   menyatukan   unsur-unsur   yang   semula   terpisah-pisah.Menurut Howard Wrigins, integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa  yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat masyarakat  kecil yang banyak menjadi satu bangsa.Jadi  menurutnya,  integrasi  bangsa  dilihatnya  sebagai  peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.
Tentang integrasi, Myron Weiner (1971) memberikan lima definisi mengenai integrasi yaitu:
a.         Integrasi  menunjuk  pada  proses  penyatuan  berbagai  kelompok budayadan sosial dalam satu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional,membangun rasa kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan padaikatan-ikatan yang lebih sempit.

b.        Integrasi  menunjuk  pada  masalah  pembentukan  wewenang kekuasaannasional pusat di atas unit-unit  sosial yang lebih kecil yang beranggotakankelompok-kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.

c.         Integrasi  menunjuk  pada  masalah  menghubungkan  antara pemerintahdengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan- perbedaan  mengenai  aspirasi  dan  nilai  pada  kelompok  elit  dan massa.

d.        Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yangdiperlukan dalam memelihara tertib sosial.

e.         Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yangditerima demi mencapai tujuan bersama.
  
   Sejalan  dengan  definisi  tersebut,  Myron  Weiner  membedakan  5 (lima) tipe integrasi :
1. Integrasi nasional
2. Integrasi wilayah
3. Integrasi nilai
4. Integrasi elit-elit massa
5. Integrasi tingkah laku(tindakan integratif)

Integrasi merupakan upaya menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu   masyarakat   menjadi   satu   keseluruhan   yang   lebih   utuh,   atau memadukan   masyarakat   kecil   yang   banyak   jumlahnya   menjadi   satu bangsa. Howard Wriggins (1996) menyebut  ada 5 (lima) pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan  integrasibangsa.
Kelima pendekatan yang selanjutnya kami sebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu negara adalah:
 1) adanya ancaman dari luar,
 2) gaya politik kepemimpinan
 3) kekuatan lembaga-lembaga politik,
 4) ideologi nasional, dan
 5) kesempatan pembangunan ekonomi

Hampir senada  dengan  pendapat  di  atas,  Sunyoto  Usman  (1998)  menyatakan bahwa   suatu   kelompok    masyarakat    dapat   terintegrasi   apabila,
1)  masyarakat  dapat  menemukan  dan  menyepakati  nilai-nilai   fundamental yang  dapat  dijadikan  rujukan  bersama,
2) masyarakat  terhimpun  dalam unit sosial sekaligus memiliki “croos cuttingaffiliation” sehingga menghasilkan  “croos cutting loyality”
3)   masyarakat  berada di atas saling   ketergantungan   di  antara   unit-unit   sosial   yang   terhimpun   di dalamnya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi.

2.2 Pentingnya Integrasi nasional
Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara.   Sebab   integrasi   masyarakat   merupakan   kondisi  yang diperlukan   bagi   negara   untuk   membangun kejayaan   nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat   suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian   yang diderita, baik kerugian berupa fisik materiil seperti kerusakan sarana danprasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh  negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan  untuk  menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensustentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan  kepentingan  adalah  menyimpan  potensi  konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisinya integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangan dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi  masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.
Sejarah Indonesia adalah sejarah yang merupakan proses daribersatunya suku-suku   bangsa menjadi sebuah  bangsa. Ada semacam proses konvergensi, baik yang disengaja atau tak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut menjadi satu kesatuan negara dan bangsa.(Sumartana dkk, 2001:100)

2.3 Pluralitas Masyarakat Indonesia
Masyarakar indonesia merupakan masyarakat pluralis atau masyarakat majemuk merupakan suatu hal yang sudah sama-sama di mengerti.
Menurut Clifford Geertz,masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri,dalam mana masing-masing sub sistem terkait ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial.
Sedangkan menurut Pierre L.Van den Berghe memiliki karakteristik:
a) Terjadinya sigmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer.
c) Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotannya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
d) Secara relatif sering kali mengalami konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
e) Secara relatif integrasi sosial tumbh di atas paksaan(coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi
f) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.

2.4 Potensi Konflik dalam Masyarakat Indonesia
            Dalam kondisi masyarakat Indonesia yangdiwarnai oleh berbagai keanekaragaman,harus disadari baha masyarakat indonesia menyimpan potensi konflik yang cukup besar yaitu konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat horizontal.Konflik vertikal dimaksudkan sebagai konflik antara pemerintah dengan rakyat termasuk konflik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Sedangkan konflik horizontal adalah konflik antar warga masyarakat atau antar kelompok yang terdapat dalam masyarakat.
Menurut Hans Kelse, 2007 dalam buku General Theory of law and State,penyebab konflik kedaerahan adalah :
1. Krisis pemerintahan nasional,baik karena persoalan suksesi maupun jatuh bangunnya pemerintahan karena lemahnya konstitusi.
2. Kegagalan lmbaga-lembaga negara menengahi konflik,baik yang melibatkan unsur-unsur masyarakat mauoun lembaga-lembaga negara.
3. Pembatasan partisipasi politik warga negara di daerah-daerah.
4. Ketidakakadilan distribusi sumber daya ekonomi nasional dan sulitnya akses masyarakat di daerah terhadap sumber daya tersebut.
5. Rezim yang tidak responsif terhadap tuntutan warga negara dan tidak bertanggung jawab terhadap rakyat.

2.5 Strategi Integrasi
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh semua negara, terutama   adalah negara-negara  berkembang. Dalam usianya yang  masih  relatif  muda  dalam  membangun  negara  bangsa  (nation  state), ikatan antara kelompok-kelompok  yang berbeda dalam negara masih rentan dan  mudah  tersulut  untuk  terjadinya pertentangan   antar  kelompok.   Di samping  itu  masyarakat  di negara  berkembang  umumnya  memiliki  ikatan primordial yang masih kuat. Kuatnya   ikatan  primordial menjadikan masyarakat  lebih  terpancang  pada  ikatan-ikatan  primer  yang  lebih  sempit seperti ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk agama, dan sebagainya. Dengan demikian upaya mewujudkan integrasi nasional yang notabene   mendasarkan pada ikatan yang lebih luas dan melawati batas-batas kekeluargaan, kesukuan, dan keagamaan menjadi sulit untuk diwujudkan.Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:
1.  Stategi  Asilmilasi
2.  Strategi Akulturasi
3.  Strategi Pluralis
Ketiga  strategi  tersebut  terkait  dengan  seberapa  jauh  penghargaan yang diberikan  atas  unsur-unsur  perbedaan  yang  ada  dalam  masyarakat. Srtategiasimilasi, akulturasi, dan pluralisme masing-masing menunjukkan penghargaan yang  secara  gradual  berbeda  dari  yang  paling  kurang,  yang lebih, dan yangpaling besar penghargaannya terhadap unsur-unsur perbedaan dalam masyarakat,di dalam upaya mewujudkan integrasi nasional tersebut.




1.      Strategi Asimilasi
        Asimilasi adalahproses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka   masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan  yang baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya  pembentuknya.   Ketika  asimilasi  ini  menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan ident itas  budaya kelompok  atau  budaya  lokal.  Dengan strategi   yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat negara yang bersangkutan. Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang bisa saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya kondisi tertentu dalam masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan bagian dari strategi pemerintah  negara  dalam mengintegrasikan  masyarakatnya, yaitu dengan cara melakukan rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat diwujudkan. Dilihat dari perspektif demokrasi, apabila upaya yang demikian itu dilakukan dapat dikatakan sebagai   cara yang kurang demokratis dalam  mewujudkan integrasi nasional.

2.      Strategi Akulturasi
        Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih  sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengandemikian berarti bahwa kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat” semua unsur  budaya pembentuknya. Apabila akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan  adanya  identitas  budaya  bersama  namun  tidak menghilangkan   seluruh unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan   strategi   yang   demikian   tampak   bahwa   upaya   mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal, walaupun penghargaan tersebut dalam kadar yang tidak terlalu besar. Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi dengan sendirinya tanpa  sengaja  dikendalikan oleh negara. Namun bisa juga akulturasi menjadi bagian dari  strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya. Dihat dari  perspektif demokrasi, strategi integrasi nasionalmelalui upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang cukup demokratis dalam mewujudkan integrasi   nasional, karena masih menunjukkan penghargaan terhadap unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal.

3.      Strategi Pluralis
        Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan  dalam  masyarakat. Paham pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional dengan memberi kesempatan pada segala unsur perbedaan yang ada dalam   masyarakat untuk hidup  dan berkembang. Ini berarti bahwa dengan strategi   pluralis, dalam mewujudkan integrasi nasional negara memberi kesempatan kepada semua unsur keragaman dalam negara, baiksuku, agama, budaya daerah, dan perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan berkembang, serta hidup berdampingan  secara damai. Jadi integrasi nasional diwujudkan dengan tetap  menghargai terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam  masyarakat. Hal ini  sejalan dengan pandangan multikulturalisme, bahwa setiap unsur perbedaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama, sehingga masing-masing berhak mendapatkan kesempatan untuk berkembang.

2.6 Integrasi Nasional Indonesia
2.6.1 Dimensi Integrasi Nasional
Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi  yang berkenaan dengan upaya  menyatukan  persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa  atau  antara  pemerintah dengan rakyat .Jadi integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjebatani perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat. Integrasi nasional dalam dimensi yang  demikian  biasa  disebut dengan  integrasi politik.
 Sedangkan  dimensi  horisontal daari  integrasi adalah dimensi yangberkenaan dengan upaya mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan  yang ada dalam masyarakat itu sendiri, baik perbedaan wilayah tempat tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan   budaya,   dan   pernedaan-perbedaan   lainnya.   Jadi   integrasi horisontal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjembatani perbedaan antar kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional dalam dimensi ini biasa disebut dengan integrasi teritorial.
Pengertian   integrasi   nasional   mecakup   baik   dimensi   vertikal maupun dimensi horisontal. Dengan demikian persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat, serta keserasian  hubungan  di  antara  kelompok-kelompok   dalam  masyarakat dengan latarbelakang perbedaan di dalamnya.
Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang  dihadapi  datang dari keduanya. Dalam dimensi horizontal tantangan yangada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku,  agama,  ras,  dan  geografi.  Sedangkan  dalam  dimensi vertikal tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang pendidikan kekotaan  menyebabkan  kaum elite   berbeda   dari   massa   yang   cenderung   berpandangan   tradisional.Masalah yang berkenaan dengan  dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan  setelah  berbaur  dengan  dimensi  horizontal,  sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia dimensi horizontal lebih menonjol daripada dimensi vertikalnya. Tantangan integrasi nasional tersebut lebih menonjol ke permukaan setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik  horizontal maupun vertikal  sering  terjadi bersamaan  dengan  melemahnya  otoritas pemerintahan  di pusat. Kebebasan  yang  digulirkan  pada  era  reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi telah banyak disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri, tindakan mana kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok  dalam masyarakat dan memicu terjadinya   konflik   atau kerusuhan antarkelompok. Bersamaan dengan itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi,bahkan seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkhis. Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah  yang  sesuai  dengan  kebutuhan  dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat   melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah  yang tidak/kurang  sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal.  Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang dapat melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Sedangkan  jalinan hubungan  dan kerjasama  di antara  kelompok- kelompok yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai antara kelompok- kelompok   masyarakat  dengan  pembedaan   yang  ada  satu  sama   lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horisontal. Kita juga tidak dapat mengharapkan terwujudnya integrasi horisontal ini dalam arti yang sepenuhnya.  Pertentangan atau konflik  antar  kelompok  dengan  berbagai latar belakang perbedaanyang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi.Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat  dikelola  dan dicarikan  solusinya  dengan  baik,  dan   terjadi dalam kadar  yang  tidak  terlalu  mengganggu  upaya  pembangunan  bagi kesejahteraan masyarakat danpencapaian tujuan nasional.

2.6.2 Mewujudkan Integrasi Nasional  Indonesia
Salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembangtermasuk Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme   yang   masih   kuat.   Titik   pusat   goncangan   primordial biasanya  berkisar  pada  beberapa  hal,  yaitu  masalah  hubungan  darah(kesukuan),  jenis  bangsa  (ras),  bahasa,  daerah,  agama,  dan  kebiasaan.
Di era  globalisasi,  tantangan  itu  bertambah  oleh  adanya  tarikan global  di  mana  keberadaan  negara-bangsa  sering  dirasa  terlalu  sempit untuk  mewadahi  tuntutan  dan kecenderungan  global.  Dengan  demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mangabaikan batas-batas negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatan-ikatan  yang  sempit  seperti  ikatan  etnis,  kesukuan,  atau  kedaerahan.  Di situlah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat.
Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter   bangsa   tetap  diperlukan   di  era  Indonesia   merdeka   sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf peradaban yang  luhur,  kekuatan  yang  tangguh,  dan  mencapai  negara-bangsa  yang besar. Nasionalisme  sebagai karakter semakin diperlukan dalam menjaga harkat   dan   martabat   bangsa   di   era   globalisasi   karena   gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas teritorialnegara akibat gempuran informasi global yang nyaris tanpa hambatan   yang   dihadirkan   oleh   jaringan   teknologi   informasi   dan komunikasi.
Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman, harus disadari bahwa masyarakat Indonesia menyimpan potensi  konflik  yang  sangat  besar,  baik  konflik  yang  bersifat  vertikalmaupun  bersifat  horizontal.  Dalam  dimensi  vertikal,  sepanjang  sejarah sejak   proklamasi   Indonesia   hampir   tidak   pernah   lepas   dari  gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri. Sedangkan dalam dimensihorizontal, sering pula dijumpai adanya gejolak atau pertentangan di antarakelompok-kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang bernuansa ras,kesukuan, keagamaan, atau antargolongan. Di samping itu juga konflik yangbernuansa kecemburuan sosial. Dalam  skala  nasional,  kasus  Aceh,  Papua,  Ambon  merupakan konflik  yang bersifat  vertikal dengan target  untukmemisahkan  diri dari Negara Kesatuan  Republik Indonesia.  Kasus-kasus tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat daerah denganotoritas kekuasaan yang ada di pusat. Di samping masuknya kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat  yang  ada di daerah,  munculnya konflik  tersebut  merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan  di  daerah.  Kebijakan  pemerintah  pusat  dianggap memunculkan   kesenjangan   antardaerah,   sehingga   ada  daerah-daerah tertentu yang sangat maju pembangunannya, sementara adadaerah-daerah yang  masih  terbelakang.  Dalam  hubungan  ini,  isu  dikhotomi  Jawa-luar Jawa sangat  menonjol,  di mana Jawa dianggap  merepresentasikan  pusat kekuasaan yang kondisinya  sangat maju,sementara banya daerah-daerah di luar Jawa yang merasa menyumbangkan pendapatan  yang besar pada negara, kondisinya masih terbelakang. Denganmengacu pada faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan sebagaimana disebutkan di atas, konflik kedaerahan   di   Indonesia   agaknya   terkait   secara   akumulatif   dengan berbagai faktor tersebut.
Di samping konflik vertikal tersebut, konflik horizontal juga sering muncul, baik konflik yang berlatarbelakang keagamaan, kesukuan, antarkelompok ataugolongan dan semacamnya yang muncul dalam bentuk kerusuhan, perang antarsuku, pembakaran rumah-rumah ibadah, dan sebagainya. Dalam hal ini dapat kita sebutkan kasus-kasus yang terjadi di Poso,  Sampit,  Ambon,  kasusdi Lombok,  dan masih ada tempat-tempat yang   lain.   Terjadinya   konflik   horizontal   biasanya   juga   merupakan akumulasi  dari berbagai  faktor  baik faktor  kesukuan  atau  etnis,  agama, ekonomi,  sosial,  dan  sebagainya.  Apa  yang  tampak  sebagai  kerusuhan yang berlatarbelakang agama bisa jadilebih terkait dengan sentimen etnis atau  kesukuan,  begitu  juga  dengan  konflik  yang  tampak  dengan  latar belakang etnis atau keagamaan sebenarnya hanya merupakan perwujudan dari kecemburuan sosial. Sejak awal berdirinya negara Indonesia, para pendiri negara menghendaki persatuandi negara ini diwujudkan dengan menghargai terdapatnya  perbedaan  didalamnya.  Artinya  bahwa  upaya  mewujudkan integrasi nasional Indonesiadilakukan dengan tetap memberi kesempatan kepada   unsur-unsur   perbedaan   yang   ada   untuk   dapat   tumbuh   dan berkembang  secarabersama-sama.  Proses  pengesahan  Pembukaan  UUD
1945 oleh   PPKI   pada tanggal 18 Agustus 1945 yang bahannya diambil dari  Naskah  Piagam  Jakarta, dan di dalamnya terdapat rumusan dasar dasar negara Pancasila,  menunjukkan pada kita betapa tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada   waktu itu menghargai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-perbedaan  yang  ada demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh rakyat Indonesia.
Sejalan  dengan itu dipakailah semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yangartinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebutsama maknanya dengan istilah “unity in diversity”, yang artinya bersatu dalamkeanekaragaman, sebuah ungkapan yang  menggambarkan cara menyatukan secara demokratis suatu masyarakat yang di dalamnya diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut  segala perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang menghambat persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat dijadikan   sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan BhinnekaTunggal Ika, diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme.Multikulturalisme adalah pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilaidan kedudukan yang sama dengan kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat sebagaimana kebudayaan  lainnya.  (Baidhawy,  2005:5).  Perwujudan  dari multikulturalisme adalah kesediaan orang-orang  dari  kebudayaan yang beragam untuk hidup berdampingansecara damai. Di sini diperlukan sikap hidup yang memandang perbedaan diantara anggota masyarakat sebagai kenyataan  yang wajar dan tidak menjadikan perbedaan  tersebut sebagai alasan untuk berkonflik.  Disamping  itu perlu memandang  kebudayaan orang  lain dari perspektif pemilik  kebudayaan  yang  bersangkutan, dan bukan memandangkebudayaan orang lain dari perspektif dirinya sendiri. Oleh karena itu multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara penuh dan empatiksehingga dapat menghargai kebudayaan-kebudayaan lain di sampingkebudayaannya sendiri.

2.7 Faktor Pendorong Integrasi Nasional
   Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1.  Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.

2.8 Faktor Penghambat Integrasi Nasional
   Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
1. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
2. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.

2.9 Contoh Wujud Integrasi Nasional
Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:
1. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
2. Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
3. Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.

2.10 Contoh-contoh pendorong integrasi nasional
 Contoh-contoh pendorong integrasi nasional :
– Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang akan datang.
– Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
– Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit.
– Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
– Adanya rasa senasib dan sepenanggungan
– Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya kedamaian.

BAB III
PENUTUP


3.1   Kesimpulan
Masalah  integrasi  nasional  merupakan  persoalan  yang  dialami  hampir semua negara, terutama negara-negara yang usianya masih relatifmuda, termasuk Indonesia.  Hal  ini  disebabkan  karena  mendirikan  negara  berarti  menyatukan orang-orang dengan segala perbedaan yang adamenjadi satu entitas kebangsaan yang  baru  menyertai  berdirinya  negara  tersebut.  Begitu  juga  negara  Indonesia yang usianya masih relatif muda.Sejak proklamasi kemerdekaan sampai sekarang negara Indonesia masihmenghadapi persoalan bagaimana menyatukan penduduk Indonesia yang didalamnya terdiri dari berbagai macam suku, memeluk agama yang berbeda-beda,  berbahasa dengan bahasa daerah yang beranekaragam,  serta memiliki kebudayaan  daerah  yang  berbeda  satu  sama  lain, untuk  menjadisatu entitas baru yang dinamakan bangsa Indonesia.
Pengalaman  menunjukkan bahwa dalam perjalanan membangun kehidupan  bernegara  ini, kita  masih sering  dihadapkan  pada kenyataan  adanya konflik atar kelompok dalam masyarakat, baik konflik yangberlatarbelakang kesukuan, konflik antar pemeluk agama, konflik karenakesalahpahaman budaya, dan  semacamnya.   Hal  itu  menunjukkan   bahwa persoalan  integrasi  nasional Indonesia  sejauh  ini  masih  belum  tuntas perlu  terus  dilakukan    pembinaan. Walaupun  harus juga disadari bahwa  integrasi  nasional  dalam arti sepenuhnya tidak mungkin diwujudkan,  dankonflik di antara   sesama   warga bangsa tidak dapat   dihilangkan   sama   sekali.Tulisan   ini  akan  memaparkan     kondisi masyarakat Indonesiayang diwarnai oleh berbagai macam perbedaan dan upaya mewujudkanintegrasi nasional dengan tetap menghargai terdapatnya  perbedaan- perbedaan  tersebut.
3.2 Saran
Integrasi nasional sangat diperlukan oleh negara indonesia karena dari integrasi nasional dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di indonesia, sehingga tidak adanya konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan semata. Walaupun indonesia ini berbeda-beda suku, ras, agama, dan budaya, tetapi tetap indonesia adalah negara yang satu yang mempunyai satu tujuan untuk memakmurkan negara indonesia.










DAFTAR PUSTAKA

Bagir,   Zainal   Abidin,   2011,   Pluralisme    Kewargaan,    Arah   Baru   Politik Keragaman di Indonesia, Mizan dan CRCS, Bandung-Yogyakarta.
Buku-Modul-Kuliah-Kewarganegaraan.Pdf
Ismail,  Faisal.  1999.  Agama  dan  Integrasi   Nasional  (Makalah).  Yogyakarta:Tidak Diterbitkan.




Tidak ada komentar: