PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
INTEGRASI
NASIONAL
KELOMPOK VI :
1. UBAYDILLAH (16250650005)
2. MARITA TRI SUSANTI (16710650003)
3. LADY THERESIA SINAGA (16340350010)
4. SITI DEWI AISAH (16710650002)
5. WINDA NURLITA SARI (16340350006)
6. ARBI MISBAH (16710650012)
DOSEN PENGAMPU:
Dr.Drs Budi Supriyanto,MM,Msi
UNIVERSITAS
SATYAGAMA
JAKARTA
Kata Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan
karunianya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat atas tugas dari Dosen Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraaan yang mengharuskan
kami untuk membuat sebuah makalah Pendidikan Kewarganegaraan mengenai
materi “Integrasi Nasional”. Disamping
itu sebagai media pembelajaran kami, dalam melengkapi kegiatan perkuliahan.
Didalam
makalah ini banyak sekali manfaat yang bisa diambil bagi pembaca, selain dapat
memberi wawasan yang lebih tentang Integrasi Nasional, kami juga berharap
pembaca dapat memahami maksud dari mempersatukan segala perbedaan yang ada di
dalam suatu negara menjadi satu kesatuan yang selaras dan seras secara
nasional.
Pada
kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga kami yang
senantiasa selalu mendo’akan kami, kepada Dosen Mata Kuliah Pendidikan
kewarganegaraan yang telah mempercayakan tugas makalah tentang Integrasi
Nasional ini kepada kami. Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada seluruh
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, yang tidak bisa
kami sebutkan satu persatu, tetapi tidak mengurangi rasa hormat kami.
Kami
selalu merasa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan ,oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan lapang
hati demi kesempurnaan makalah ini.
JAKARTA, 6
DESEMBER 2016
KELOMPOK
VI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................. ii
Daftar isi...................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang Masalah......................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................................ 1
1.3 Rumusan
Masalah................................................................................................... 1
1.4 Metode
Penelitian................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Integrasi nasional.................................................................................. 2
2.2 Pentingnya
Integrasi nasional................................................................................. 3
2.3 Srategi
Integrasi...................................................................................................... 4
2.4 Integrasi
Nasional Indonesia.................................................................................. 4
2.5 Faktor
Pendorong Integrasi Nasional..................................................................... 5
2.6 Faktor
Pengahambat Integrasi Nasional................................................................. 7
2.7 Contoh Wujud
Integrasi Nasional........................................................................ 10
2.8 Contoh
Pendorong-pendorong Integrasi Nasional............................................... 10
2.9 Contoh Wujud
Integrasi Nasional........................................................................ 11
2.10
Contoh-contoh pendorong integrasi nasional..................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 12
3.2 Saran..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Makalah
Makalah ini dilatarbelakangi dari tugas
yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, selain itu
menjadi langkah awal untuk mengasah kemampuan kami dalam membuat makalah.
Makalah ini berisikan tentang Integrasi Nasional. Makalah ini juga berisikan
tentang betapa pentingnya Integrasi Nasional dalam keterkaitannya dengan pluralitas.
1.2
Maksud
dan Tujuan
Maksud dari makalah ini yaitu kami ingin
memberi gambaran kepada pembaca tentang Penjelasan mengenai masyarakat madani
supaya para pembaca dapat memahami apa yang dimaksud dengan integrasi nasional
dan penjelasannya. Makalah ini juga bertujuan memberi wawasan dan pengetahuan
yang lebih tentang integrasi nasional yang berhubungan dengan kepluralitasan
terutama bagi bangsa Indonesia.
1.3
Rumusan
Masalah
Dalam
makalah ini kami akan membahas beberapa masalah :
a.
Apa yang dimaksud dengan Integrasi Nasional?
b.
Apa pentingnya Integrasi Nasional?
c.
Apa faktor-faktor Integrasi Nasional?
d.
Bagaimana Integrasi Nasional di Indonesia?
1.4
Metode
penelitian
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan
makalah ini yaitu dengan menggunakan media internet dan merangkum buku paket.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Integrasi nasional
Integrasi nasional
adalah upaya menyatukan seluruh unsur
suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya.“Mengintegrasikan” berarti
membuat untuk atau menyempurnakan dengan jalan
menyatukan unsur-unsur yang
semula terpisah-pisah.Menurut
Howard Wrigins, integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi
suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat masyarakat kecil yang banyak menjadi satu
bangsa.Jadi menurutnya, integrasi
bangsa dilihatnya sebagai
peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.
Tentang
integrasi, Myron Weiner (1971) memberikan lima definisi mengenai integrasi
yaitu:
a.
Integrasi menunjuk
pada proses penyatuan
berbagai kelompok budayadan
sosial dalam satu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional,membangun
rasa kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan padaikatan-ikatan yang lebih
sempit.
b.
Integrasi menunjuk
pada masalah pembentukan
wewenang kekuasaannasional pusat di atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang
beranggotakankelompok-kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.
c.
Integrasi menunjuk
pada masalah menghubungkan
antara pemerintahdengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan-
perbedaan mengenai aspirasi
dan nilai pada
kelompok elit dan massa.
d.
Integrasi
menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yangdiperlukan dalam
memelihara tertib sosial.
e.
Integrasi
menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yangditerima demi
mencapai tujuan bersama.
Sejalan
dengan definisi tersebut,
Myron Weiner membedakan
5 (lima) tipe integrasi :
1.
Integrasi nasional
2.
Integrasi wilayah
3.
Integrasi nilai
4.
Integrasi elit-elit massa
5.
Integrasi tingkah laku(tindakan integratif)
Integrasi
merupakan upaya menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat
menjadi satu keseluruhan
yang lebih utuh,
atau memadukan masyarakat kecil
yang banyak jumlahnya
menjadi satu bangsa. Howard
Wriggins (1996) menyebut ada 5 (lima)
pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasibangsa.
Kelima
pendekatan yang selanjutnya kami sebut sebagai faktor yang menentukan tingkat
integrasi suatu negara adalah:
1) adanya ancaman dari luar,
2) gaya politik kepemimpinan
3) kekuatan lembaga-lembaga politik,
4) ideologi nasional, dan
5) kesempatan pembangunan ekonomi
Hampir
senada dengan pendapat
di atas, Sunyoto
Usman (1998) menyatakan bahwa suatu
kelompok masyarakat dapat
terintegrasi apabila,
1) masyarakat
dapat menemukan dan
menyepakati nilai-nilai fundamental yang dapat
dijadikan rujukan bersama,
2) masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki “croos
cuttingaffiliation” sehingga menghasilkan
“croos cutting loyality”
3) masyarakat
berada di atas saling
ketergantungan di antara
unit-unit sosial yang
terhimpun di dalamnya dalam
pemenuhan kebutuhan ekonomi.
2.2 Pentingnya
Integrasi nasional
Masyarakat
yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab
integrasi masyarakat merupakan
kondisi yang diperlukan bagi
negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang
diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara
senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak
kerugian yang diderita, baik kerugian
berupa fisik materiil seperti kerusakan sarana danprasarana yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekawatiran,
cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain
banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk
melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk
menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa
diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi
masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena
setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga menyimpan potensi
konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama,
serta konsensustentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupan potensi
yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat
seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan
adalah menyimpan potensi
konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan
disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisinya integrasi
masyarakat merupakan sesuatu yang sangan dibutuhkan untuk membangun kejayaan
bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan
dalam mewujudkan integrasi masyarakat
berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.
Sejarah
Indonesia adalah sejarah yang merupakan proses daribersatunya suku-suku bangsa menjadi sebuah bangsa. Ada semacam proses konvergensi, baik
yang disengaja atau tak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut
menjadi satu kesatuan negara dan bangsa.(Sumartana dkk, 2001:100)
2.3 Pluralitas
Masyarakat Indonesia
Masyarakar
indonesia merupakan masyarakat pluralis atau masyarakat majemuk merupakan suatu
hal yang sudah sama-sama di mengerti.
Menurut
Clifford Geertz,masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam
sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri,dalam mana
masing-masing sub sistem terkait ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat
primordial.
Sedangkan
menurut Pierre L.Van den Berghe memiliki karakteristik:
a) Terjadinya
sigmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki
sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b) Memiliki
struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non
komplementer.
c) Kurang
mengembangkan konsensus di antara para anggotannya terhadap nilai-nilai yang
bersifat dasar.
d) Secara
relatif sering kali mengalami konflik di antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain.
e) Secara
relatif integrasi sosial tumbh di atas paksaan(coercion) dan saling
ketergantungan dalam bidang ekonomi
f) Adanya dominasi
politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
2.4 Potensi
Konflik dalam Masyarakat Indonesia
Dalam
kondisi masyarakat Indonesia yangdiwarnai oleh berbagai keanekaragaman,harus
disadari baha masyarakat indonesia menyimpan potensi konflik yang cukup besar
yaitu konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat horizontal.Konflik
vertikal dimaksudkan sebagai konflik antara pemerintah dengan rakyat termasuk
konflik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Sedangkan
konflik horizontal adalah konflik antar warga masyarakat atau antar kelompok
yang terdapat dalam masyarakat.
Menurut
Hans Kelse, 2007 dalam buku General Theory of law and State,penyebab konflik
kedaerahan adalah :
1. Krisis
pemerintahan nasional,baik karena persoalan suksesi maupun jatuh bangunnya
pemerintahan karena lemahnya konstitusi.
2. Kegagalan
lmbaga-lembaga negara menengahi konflik,baik yang melibatkan unsur-unsur
masyarakat mauoun lembaga-lembaga negara.
3. Pembatasan
partisipasi politik warga negara di daerah-daerah.
4. Ketidakakadilan
distribusi sumber daya ekonomi nasional dan sulitnya akses masyarakat di daerah
terhadap sumber daya tersebut.
5. Rezim yang
tidak responsif terhadap tuntutan warga negara dan tidak bertanggung jawab
terhadap rakyat.
2.5 Strategi
Integrasi
Masalah
integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh semua negara,
terutama adalah negara-negara berkembang. Dalam usianya yang masih
relatif muda dalam
membangun negara bangsa
(nation state), ikatan antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam
negara masih rentan dan mudah tersulut
untuk terjadinya
pertentangan antar kelompok.
Di samping itu masyarakat
di negara berkembang umumnya
memiliki ikatan primordial yang
masih kuat. Kuatnya ikatan primordial menjadikan masyarakat lebih
terpancang pada ikatan-ikatan
primer yang lebih
sempit seperti ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk
agama, dan sebagainya. Dengan demikian upaya mewujudkan integrasi nasional yang
notabene mendasarkan pada ikatan yang
lebih luas dan melawati batas-batas kekeluargaan, kesukuan, dan keagamaan
menjadi sulit untuk diwujudkan.Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi
nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:
1. Stategi
Asilmilasi
2. Strategi Akulturasi
3. Strategi Pluralis
Ketiga strategi
tersebut terkait dengan
seberapa jauh penghargaan yang diberikan atas
unsur-unsur perbedaan yang
ada dalam masyarakat. Srtategiasimilasi, akulturasi,
dan pluralisme masing-masing menunjukkan penghargaan yang secara
gradual berbeda dari
yang paling kurang,
yang lebih, dan yangpaling besar penghargaannya terhadap unsur-unsur
perbedaan dalam masyarakat,di dalam upaya mewujudkan integrasi nasional
tersebut.
1.
Strategi
Asimilasi
Asimilasi adalahproses percampuran dua
macam kebudayaan atau lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan
percampuran tersebut maka masing-masing
unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang baru itu tidak tampak lagi identitas
masing-masing budaya pembentuknya. Ketika
asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional,
berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar
unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu
dan tidak lagi menampakkan ident itas
budaya kelompok atau budaya
lokal. Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi
nasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya
lokal dalam masyarakat negara yang bersangkutan. Dalam konteks perubahan
budaya, asimilasi memang bisa saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya
kondisi tertentu dalam masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan bagian
dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu dengan cara melakukan
rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat diwujudkan. Dilihat dari
perspektif demokrasi, apabila upaya yang demikian itu dilakukan dapat dikatakan
sebagai cara yang kurang demokratis
dalam mewujudkan integrasi nasional.
2.
Strategi
Akulturasi
Akulturasi adalah proses percampuran dua
macam kebudayaan atau lebih sehingga
memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli pembentuknya
masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengandemikian berarti bahwa
kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat” semua unsur budaya pembentuknya. Apabila akulturasi ini
menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara,
berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan adanya
identitas budaya bersama
namun tidak menghilangkan seluruh unsur budaya kelompok atau budaya
lokal. Dengan strategi yang
demikian tampak bahwa
upaya mewujudkan integrasi nasional
dilakukan dengan tetap menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya
lokal, walaupun penghargaan tersebut dalam kadar yang tidak terlalu besar.
Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi dengan sendirinya
tanpa sengaja dikendalikan oleh negara. Namun bisa juga
akulturasi menjadi bagian dari strategi
pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya. Dihat dari perspektif demokrasi, strategi integrasi
nasionalmelalui upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang cukup
demokratis dalam mewujudkan integrasi
nasional, karena masih menunjukkan penghargaan terhadap unsur-unsur
budaya kelompok atau budaya lokal.
3.
Strategi
Pluralis
Paham pluralis merupakan paham yang
menghargai terdapatnya perbedaan
dalam masyarakat. Paham pluralis
pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional dengan memberi kesempatan pada
segala unsur perbedaan yang ada dalam
masyarakat untuk hidup dan
berkembang. Ini berarti bahwa dengan strategi
pluralis, dalam mewujudkan integrasi nasional negara memberi kesempatan
kepada semua unsur keragaman dalam negara, baiksuku, agama, budaya daerah, dan
perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan berkembang, serta hidup
berdampingan secara damai. Jadi
integrasi nasional diwujudkan dengan tetap
menghargai terdapatnya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan multikulturalisme, bahwa
setiap unsur perbedaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama, sehingga masing-masing
berhak mendapatkan kesempatan untuk berkembang.
2.6 Integrasi
Nasional Indonesia
2.6.1
Dimensi Integrasi Nasional
Integrasi
nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi
horisontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya menyatukan
persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa atau
antara pemerintah dengan rakyat .Jadi
integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjebatani
perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat. Integrasi nasional dalam dimensi
yang demikian biasa
disebut dengan integrasi politik.
Sedangkan
dimensi horisontal daari integrasi adalah dimensi yangberkenaan dengan
upaya mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat itu sendiri, baik
perbedaan wilayah tempat tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama,
perbedaan budaya, dan
pernedaan-perbedaan
lainnya. Jadi integrasi horisontal merupakan upaya
mewujudkan integrasi dengan menjembatani perbedaan antar kelompok dalam
masyarakat. Integrasi nasional dalam dimensi ini biasa disebut dengan integrasi
teritorial.
Pengertian integrasi
nasional mecakup baik
dimensi vertikal maupun dimensi
horisontal. Dengan demikian persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian
hubungan antara pemerintah dan rakyat, serta keserasian hubungan
di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat dengan latarbelakang perbedaan di dalamnya.
Dalam
upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi
datang dari keduanya. Dalam dimensi horizontal tantangan yangada
berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama,
ras, dan geografi.
Sedangkan dalam dimensi vertikal tantangan yang ada adalah
berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang pendidikan
kekotaan menyebabkan kaum elite
berbeda dari massa
yang cenderung berpandangan tradisional.Masalah yang berkenaan
dengan dimensi vertikal lebih sering
muncul ke permukaan setelah berbaur
dengan dimensi horizontal,
sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia dimensi horizontal
lebih menonjol daripada dimensi vertikalnya. Tantangan integrasi nasional
tersebut lebih menonjol ke permukaan setelah memasuki era reformasi tahun 1998.
Konflik horizontal maupun vertikal sering
terjadi bersamaan dengan melemahnya
otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang
digulirkan pada era
reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi telah banyak
disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak
seenaknya sendiri, tindakan mana kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan
antar kelompok dalam masyarakat dan
memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antarkelompok. Bersamaan
dengan itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi,bahkan
seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkhis. Keinginan
yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang
sesuai dengan kebutuhan
dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang
sah, dan ketaatan warga masyarakat
melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam
arti vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh
pemerintah yang tidak/kurang sesuai dengan keinginan dan harapan
masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan
pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang
dapat melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya
kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian
besar warga masyarakat.
Sedangkan jalinan hubungan dan kerjasama
di antara kelompok- kelompok yang
berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan
saling menghargai antara kelompok- kelompok
masyarakat dengan pembedaan
yang ada satu
sama lain, merupakan pertanda
adanya integrasi dalam arti horisontal. Kita juga tidak dapat mengharapkan
terwujudnya integrasi horisontal ini dalam arti yang sepenuhnya. Pertentangan atau konflik antar
kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaanyang ada,
tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi.Namun yang
diharapkan bahwa konflik itu dapat
dikelola dan dicarikan solusinya
dengan baik, dan
terjadi dalam kadar yang tidak
terlalu mengganggu upaya
pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat
danpencapaian tujuan nasional.
2.6.2
Mewujudkan Integrasi Nasional Indonesia
Salah
satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembangtermasuk Indonesia
dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang
masih kuat. Titik
pusat goncangan primordial biasanya berkisar
pada beberapa hal,
yaitu masalah hubungan
darah(kesukuan), jenis bangsa
(ras), bahasa, daerah,
agama, dan kebiasaan.
Di
era globalisasi, tantangan
itu bertambah oleh
adanya tarikan global di
mana keberadaan negara-bangsa
sering dirasa terlalu
sempit untuk mewadahi tuntutan
dan kecenderungan global. Dengan
demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu
tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mangabaikan batas-batas
negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya
ikatan-ikatan yang sempit
seperti ikatan etnis,
kesukuan, atau kedaerahan.
Di situlah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami
tantangan yang semakin berat.
Namun
demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter bangsa
tetap diperlukan di
era Indonesia merdeka
sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf
peradaban yang luhur, kekuatan
yang tangguh, dan
mencapai negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin diperlukan dalam
menjaga harkat dan martabat
bangsa di era
globalisasi karena gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai
oleh semakin kaburnya batas-batas teritorialnegara akibat gempuran informasi
global yang nyaris tanpa hambatan
yang dihadirkan oleh
jaringan teknologi informasi
dan komunikasi.
Dengan
kondisi masyarakat Indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman, harus
disadari bahwa masyarakat Indonesia menyimpan potensi konflik
yang sangat besar,
baik konflik yang
bersifat vertikalmaupun bersifat
horizontal. Dalam dimensi
vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi
Indonesia hampir tidak
pernah lepas dari
gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri. Sedangkan
dalam dimensihorizontal, sering pula dijumpai adanya gejolak atau pertentangan
di antarakelompok-kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang bernuansa
ras,kesukuan, keagamaan, atau antargolongan. Di samping itu juga konflik
yangbernuansa kecemburuan sosial. Dalam
skala nasional, kasus
Aceh, Papua, Ambon
merupakan konflik yang
bersifat vertikal dengan target untukmemisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kasus-kasus tersebut dapat dilihat sebagai
konflik antara masyarakat daerah denganotoritas kekuasaan yang ada di pusat. Di
samping masuknya kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat yang ada
di daerah, munculnya konflik tersebut
merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat
yang diberlakukan di daerah.
Kebijakan pemerintah pusat
dianggap memunculkan
kesenjangan antardaerah, sehingga
ada daerah-daerah tertentu yang
sangat maju pembangunannya, sementara adadaerah-daerah yang masih
terbelakang. Dalam hubungan
ini, isu dikhotomi
Jawa-luar Jawa sangat
menonjol, di mana Jawa
dianggap merepresentasikan pusat kekuasaan yang kondisinya sangat maju,sementara banya daerah-daerah di
luar Jawa yang merasa menyumbangkan pendapatan
yang besar pada negara, kondisinya masih terbelakang. Denganmengacu pada
faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan sebagaimana disebutkan di atas,
konflik kedaerahan di Indonesia
agaknya terkait secara
akumulatif dengan berbagai
faktor tersebut.
Di
samping konflik vertikal tersebut, konflik horizontal juga sering muncul, baik
konflik yang berlatarbelakang keagamaan, kesukuan, antarkelompok ataugolongan
dan semacamnya yang muncul dalam bentuk kerusuhan, perang antarsuku, pembakaran
rumah-rumah ibadah, dan sebagainya. Dalam hal ini dapat kita sebutkan
kasus-kasus yang terjadi di Poso,
Sampit, Ambon, kasusdi Lombok, dan masih ada tempat-tempat yang lain.
Terjadinya konflik horizontal
biasanya juga merupakan akumulasi dari berbagai
faktor baik faktor kesukuan
atau etnis, agama, ekonomi, sosial,
dan sebagainya. Apa
yang tampak sebagai
kerusuhan yang berlatarbelakang agama bisa jadilebih terkait dengan
sentimen etnis atau kesukuan, begitu
juga dengan konflik
yang tampak dengan
latar belakang etnis atau keagamaan sebenarnya hanya merupakan
perwujudan dari kecemburuan sosial. Sejak awal berdirinya negara Indonesia,
para pendiri negara menghendaki persatuandi negara ini diwujudkan dengan
menghargai terdapatnya perbedaan didalamnya.
Artinya bahwa upaya
mewujudkan integrasi nasional Indonesiadilakukan dengan tetap memberi
kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan
yang ada untuk
dapat tumbuh dan berkembang secarabersama-sama. Proses
pengesahan Pembukaan UUD
1945
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang bahannya
diambil dari Naskah Piagam
Jakarta, dan di dalamnya terdapat rumusan dasar dasar negara Pancasila, menunjukkan pada kita betapa tokoh-tokoh
pendiri negara (the founding fathers) pada
waktu itu menghargai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-perbedaan yang
ada demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh rakyat
Indonesia.
Sejalan dengan itu dipakailah semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, yangartinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan
tersebutsama maknanya dengan istilah “unity in diversity”, yang artinya bersatu
dalamkeanekaragaman, sebuah ungkapan yang
menggambarkan cara menyatukan secara demokratis suatu masyarakat yang di
dalamnya diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan. Dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika tersebut segala perbedaan
dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang menghambat persatuan dan
kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk
terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan BhinnekaTunggal Ika,
diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme.Multikulturalisme adalah
pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilaidan kedudukan yang sama dengan
kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat
sebagaimana kebudayaan lainnya. (Baidhawy,
2005:5). Perwujudan dari multikulturalisme adalah kesediaan
orang-orang dari kebudayaan yang beragam untuk hidup
berdampingansecara damai. Di sini diperlukan sikap hidup yang memandang
perbedaan diantara anggota masyarakat sebagai kenyataan yang wajar dan tidak menjadikan
perbedaan tersebut sebagai alasan untuk
berkonflik. Disamping itu perlu memandang kebudayaan orang lain dari perspektif pemilik kebudayaan
yang bersangkutan, dan bukan
memandangkebudayaan orang lain dari perspektif dirinya sendiri. Oleh karena itu
multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-kebudayaan
lain dan mencoba memahaminya secara penuh dan empatiksehingga dapat menghargai
kebudayaan-kebudayaan lain di sampingkebudayaannya sendiri.
2.7 Faktor
Pendorong Integrasi Nasional
Faktor-faktor pendorong integrasi nasional
sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib
dan seperjuangan.
2. Keinginan
untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta
tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan
merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh
banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan
atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan
UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan
bahasa Indonesia.
2.8 Faktor
Penghambat Integrasi Nasional
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional
sebagai berikut:
1. Masyarakat
Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan
dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut,
ras dan sebagainya.
2. Wilayah
negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh
lautan luas.
3. Besarnya
kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan,
kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih
besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil
pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah
SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan
kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham
“etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan
kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
2.9 Contoh Wujud
Integrasi Nasional
Contoh
wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:
1.
Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah
Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini
Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu
ada 27 provinsi). Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam
hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas
daerah, dan sebagainya.
2.
Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman,
tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
3.
Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau
mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar
menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari
semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga
terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu
masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura
(untuk agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa
waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
2.10
Contoh-contoh pendorong integrasi nasional
Contoh-contoh pendorong integrasi nasional :
– Adanya rasa
keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa
yang akan datang.
– Rasa cinta
tanah air terhadap bangsa Indonesia
– Adanya rasa
untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah
hal yang sangat sulit.
– Adanya sikap
kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini
lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
– Adanya rasa
senasib dan sepenanggungan
– Adanya rasa
dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya
kedamaian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah integrasi
nasional merupakan persoalan
yang dialami hampir semua negara, terutama negara-negara
yang usianya masih relatifmuda, termasuk Indonesia. Hal
ini disebabkan karena
mendirikan negara berarti
menyatukan orang-orang dengan segala perbedaan yang adamenjadi satu
entitas kebangsaan yang baru menyertai
berdirinya negara tersebut.
Begitu juga negara
Indonesia yang usianya masih relatif muda.Sejak proklamasi kemerdekaan
sampai sekarang negara Indonesia masihmenghadapi persoalan bagaimana menyatukan
penduduk Indonesia yang didalamnya terdiri dari berbagai macam suku, memeluk
agama yang berbeda-beda, berbahasa
dengan bahasa daerah yang beranekaragam,
serta memiliki kebudayaan
daerah yang berbeda
satu sama lain, untuk
menjadisatu entitas baru yang dinamakan bangsa Indonesia.
Pengalaman menunjukkan bahwa dalam perjalanan membangun
kehidupan bernegara ini, kita
masih sering dihadapkan pada kenyataan adanya konflik atar kelompok dalam
masyarakat, baik konflik yangberlatarbelakang kesukuan, konflik antar pemeluk
agama, konflik karenakesalahpahaman budaya, dan
semacamnya. Hal itu
menunjukkan bahwa persoalan integrasi
nasional Indonesia sejauh ini
masih belum tuntas perlu
terus dilakukan pembinaan. Walaupun harus juga disadari bahwa integrasi
nasional dalam arti sepenuhnya
tidak mungkin diwujudkan, dankonflik di
antara sesama warga bangsa tidak dapat dihilangkan
sama sekali.Tulisan ini
akan memaparkan kondisi masyarakat Indonesiayang diwarnai
oleh berbagai macam perbedaan dan upaya mewujudkanintegrasi nasional dengan
tetap menghargai terdapatnya perbedaan-
perbedaan tersebut.
3.2
Saran
Integrasi
nasional sangat diperlukan oleh negara indonesia karena dari integrasi nasional
dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di indonesia, sehingga tidak
adanya konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan semata. Walaupun indonesia
ini berbeda-beda suku, ras, agama, dan budaya, tetapi tetap indonesia adalah
negara yang satu yang mempunyai satu tujuan untuk memakmurkan negara indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Bagir, Zainal
Abidin, 2011, Pluralisme
Kewargaan, Arah Baru
Politik Keragaman di Indonesia, Mizan dan CRCS, Bandung-Yogyakarta.
Buku-Modul-Kuliah-Kewarganegaraan.Pdf
Ismail, Faisal.
1999. Agama dan
Integrasi Nasional (Makalah).
Yogyakarta:Tidak Diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar